Belum usai, barangkali ungkapan ini yang tepat kita berikan untuk menggambarkan apa yang sedang terjadi di Irak, Afganistan, dan belahan wilayah lain yang sedang dirundung konflik.
Perang yang dikobarkan Amerika Serikat (AS) bersama sekutunya pascaruntuhnya menara kembar WTC yang menjadi lambang kekuatan ekonomi AS, ternyata menjadi bumerang bagi AS sendiri. Perang yang dianggap selesai oleh Presiden Bush ketika itu, malah menjadi perang tanpa akhir.
Hal ini pernah disindir oleh kongres dan anggota parlemen dari Partai Demokrat bahwa perang yang dikobarkan oleh Presiden George Walker Bush sebagai perang melawan teror tanpa batas, telah menjadi perang yang panjang dan berlarut-larut tanpa ada yang tahu kapan berakhirnya. Mereka menambahkan, perang ini malah menambah daftar korban bagi tentara-tentara mereka.
Belum lama ini, Bush juga meminta kongres untuk menambahkan anggaran dana perang sampai tahun 2008. Sedangkan dari dalam negeri sendiri ribuan rakyat Amerika melakukan demontrasi untuk meminta penarikan mundur pasukan mereka dari Irak dan menghentikan perang dengan segera. Melihat banyaknya tekanan dari berbagai pihak, Bush mulai mengeluarkan perintah penarikan mundur 21 ribu tentaranya dari Irak (harian Al Ahram).
Perlu diketahui, saat ini ada sekitar 150 ribu pasukan AS masih berada di sana. Dengan demikian masih sekitar 129 ribu tentara AS yang tetap berada di Irak. Lebih lanjut Bush mengatakan bahwa ia tidak akan menarik seluruh pasukannya karena ada beberapa kepentingan. Jika seluruh pasukan ditarik mundur, maka ini akan memberikan kesempatan masuk bagi Iran yang dianggap sebagai poros kejahatan bersama Korea Utara dan Irak, pra-runtuhnya kekuasaan Saddam Husein.
Ada beberapa catatan penting yang harus diperhatikan para pengambil kebijakan di Gedung Putih. Di antaranya mengenai biaya perang yang akan ditanggung AS jika tidak segera mengakhiri perang ini. Laporan dari majalah Al Mokhtar Al Islami menyebutkan bahwa biaya perang yang ditanggung AS sejak awal meletusnya perang pada tahun 2003, adalah 1 trilun dolar AS sampai 2 triliun dolar AS. Jumlah yang tidak sedikit. Angka itu belum termasuk biaya perang di Afganistan yang akhir-akhir ini mendapat perlawanan sengit dari sisa-sisa kekuatan Thaliban.
Angka tersebut terus bertambah jika perang semakin lama. Selain itu, jumlah korban jiwa dari pihak tentara sampai saat ini hampir menembus angka 4 ribu orang. Itu merupakan catatan resmi Pentagon. Angka korban jiwa juga akan terus bertambah mengingat perlawanan yang diberikan rakyat Irak dan para mujahidin semakin kuat. Tercatat hampir tiap hari ada korban jatuh dari pihak Amerika. Kemudian sikap anti-AS semakin luas di seluruh wilayah Timur Tengah, mengingat sikap yang dijalankan Pentagon dan Gedung Putih selama ini. Peran ganda yang dimainkan AS terhadap kasus Israel-Palestina ternyata menambah rasa benci rakyat kepada AS.
Tidak hanya sampai di situ, kini AS mulai membidik Iran dengan kasus nuklirnya. Lagi-lagi peran ganda yang dimainkan AS membuat rakyat dunia muak dengan kebijakan yang diambil Presiden Bush. Sudah menjadi rahasia umum bahwa Israel satu-satunya negara Timur Tengah yang memiliki senjata nuklir. Salah satu perkerja di pabrik nuklir Israel yang kini melarikan diri, melihat bahwa apa yang selama ini dikerjakan membahayakan dunia. Ia menyebutkan, saat ini Israel sudah memiliki sekitar 100 atau 200 hulu ledak nuklir. Luar biasa.
Di samping itu, Israel sampai saat ini tidak mau menandatangani Traktat Non-proliferasi Nuklir (NPT) dan tidak mengizinkan badan atom dunia, IAEA, untuk menginspeksi aktivitas nuklirnya. Dari fakta ini terlihat, AS masih membiarkan Israel tanpa ada aksi apa-apa. Dan inilah yang menjadikan rakyat dunia paham bahwa apa yang dijalankan pemerintah AS terhadap negara-negara Timur Tengah merupakan standar ganda.
Risiko menyerang Iran
Kalaupun AS benar-benar menyerang Iran, ini merupakan petaka bagi negeri tersebut. Iran berbeda dengar Irak yang kondisinya sudah sangat lemah akibat embargo dunia internasional ditambah dengan perang pada periode 1980-1988 (perang Irak-Iran), kemudian pada tahun 1991 akibat invansi ke kuwait memaksa Irak harus berhadapan dengan pasukan multinasional. Semua itu telah menghancurkan ekonomi dan militer Irak. Dan serangan kecil-kecilan oleh sekutu pun terus berlangsung pascapenarikan mundur dari kuwait. Sampai tahun 2003 perang kembali meletus di Irak. Maka, wajar negara ini begitu mudah untuk ditaklukkan.
Iran bukanlah seperti Irak. Selesai perang delapan tahun dengan Irak, Iran mulai membangun dan merenovasi semua angkatan bersenjatanya. Tercatat beberapa kali Taheran melakukan uji coba rudal, baik rudal jarak dekat maupun jauh, yang mampu menjangkau Tel Aviv dan kepentingan Amerika di Timur Tengan. Ditambah dengan bantuan dan kerja sama denga Rusia dan Cina, menjadikan mereka sebagai rival baru bagi Zionis Israel. Kondisi politik dan ekonomi dalam negeri Iran yang baik, membuat negara tersebut menjadi kekuatan baru di Timur Tengah.
Sayap militer Hizbullah di Lebanon, merupakan sekutu dekat Iran. Dan ini memudahkan Iran menjangkau Israel jika mereka diserang. Suriah, tetangga Lebanon, tidak akan ambil sikap netral jika Iran digempur. Ini merupakan isyarat bahwa negeri yang dipimpin Basyar Asad itu akan berada di belakang Iran. Tidak hanya itu, Rusia dan Cina akhir-akhir ini juga menunjukkan sikap tegas dengan AS. Hal ini bisa dilihat ketika AS berencana membuat rudal pertahanan negara untuk menangkis serangan nuklir, Vladmir Putin membalasnya dengan pernyataan ‘Rusia tidak akan diam’.
Dengan demikian, jika negara yang dianggap sebagai polisi dunia ini jadi menyerang Iran, maka siap-siaplah akan menghadapi periode terburuk dalam sejarah AS setelah kekalahan mereka di Vietnam. Aksi anti-AS akan meluas di penjuru dunia. ‘Terorisme’ dalam kaca mata Bush akan semakin meningkat. Dan Timur Tengah akan menjadi lautan api yang besar.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar